"Saja atas nama rakjat hanja menghendaki lenjapnja Belanda dari poelau Bali atau kami sanggoep dan berdjandji bertempoer teroes sampai tjita-tjita kita tertjapai??"
Kalimat itu merupakan untaian kata-kata dari surat jawaban I Gusti Ngurah Rai ketika dia dan pasukannya diminta menyerah oleh tentara Belanda. Petikan surat itu diabadikan berupa pahatan dalam Monumen Taman Pujaan Bangsa Margarana.
Taman makam pahlawan seluas sekitar 25 hektare tersebut kini sebagai saksi bisu kisah heroik gugurnya 1.372 anggota pasukan Ciung Wanara saat mempertahankan kemerdekaan.
Semangat patriotisme tersebut hingga sekarang masih menginspirasi warga desa di sekitar kawasan pertempuran itu dalam menjaga keharmonisan dan kerukunan.
Khususnya warga Desa Kelaci, Kabupaten Tabanan, mereka bahkan rutin menggelar ritual adat dalam rangkaian peringatan pertempuran 20 Nopember 1946 yang dikenal dengan perang Puputan Margarana itu.
Menurut Wayan Junaedy selaku Sekretaris Desa Adat Kelaci, pelaksanaan kegiatan adat itu dilakukan dengan 'Ngayah' atau bergotong-royong secara sukarela.
Upacara adat yang dirangkai dengan upacara nasional di Taman Pujaan Bangsa Margarana itu menurut dia untuk bisa menunjukkan kepada generasi muda agar selalu mengingat dan merawat sejarah.
Kegiatan yang menjadi tradisi setiap tahun sejak 15 tahun lalu itu melibatkan sekitar 170 orang warga desa setempat. Mereka berkumpul, bergotong royong seperti halnya kegiatan upacara adat di Pura saat menggelar perayaan Hari Puputan Margarana.
Dengan menggelar dua upacara, yakni upacara adat dan upacara nasional itu mereka meyakini terciptanya harmonisasi sesuai ajaran agama Hindu. Selain itu rasa persatuan dan kesatuan di antara warga mereka juga dapat terjaga melalui kegiatan adat tersebut.
Upacara adat tersebut diawali dengan persiapan sesajen, persembahyangan bersama untuk memohon kelancaran kegiatan dan upacara penyucian bagi arwah-arwah pahlawan yang gugur di medan perang melawan penjajah.
Setelah melakukan upacara adat selesai barulah dilanjutkan upacara nasional berupa tabur bunga untuk mengenang jasa-jasa mereka yang gugur saat berperang melawan penjajah sampai titik darah penghabisan.