Kontan Online
PHOTO STORY / REG

Ancaman abrasi di utara Bekasi

Jumat, 17 Januari 2020


Angin laut bertiup kencang di tengah hari Selasa (26/11/2019). Wa Junin (75) duduk menyilangkan kaki di kursi plastik ditemani deburan ombak yang tak henti menerpa dinding tanggul depan rumahnya di Kampung Muara Jaya, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Lelaki berperawakan tinggi itu merupakan satu dari beberapa warga yang memilih bertahan hidup di Kampung Muara Jaya, meskipun dihantui bahaya abrasi.

Ia tinggal berdua dengan putri bungsunya di rumah yang setiap hari terendam air saat laut pasang.

"Abisnye mau pindah ke mana? Kagak punya lagi tempat buat ngungsi," keluhnya.

Ia mengisahkan, di permukiman itu sebelumnya dihuni ratusan kepala keluarga (KK). Namun, sejak 12 tahun silam rumah-rumah tetangganya tersebut tenggelam akibat abrasi.

"Sebelumnya di sini banyak rumah, sekitar seratusan lebih. Karena abrasi, sebagian besar rumah yang di pinggir pantai jadi tenggelam," ungkap Wa Junin sambil menunjuk sebuah bekas tiang listrik yang tinggal tersisa ujungnya lantaran terendam air laut.

Selain di Kampung Muara Jaya, Desa Pantai Mekar, abrasi juga telah membuat ratusan KK di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, kehilangan tempat tinggal. Ratusan rumah kini tak lagi berpenghuni. Sebagian tenggelam ditelan laut, sebagian lagi dibiarkan kosong dan rusak lantaran cukup lama ditinggal pemiliknya.

Sebagian besar warga Kampung Beting berprofesi sebagai nelayan, namun pendapatannya tidak menentu. Mereka memilih bertahan tinggal di sana, meski permukimannya terancam tenggelam.

Alasan serupa diungkapkan Mas'ud (39). Lelaki kelahiran Banten yang dibawa ke Kampung Beting oleh kedua orangtuanya sejak berusia 7 tahun ini mengaku tak punya pilihan lain selain bertahan di permukiman yang tiap hari direndam air saat laut pasang.

Ayah tiga anak yang berprofesi sebagai nelayan ini hanya bisa pasrah jika kampung tempat tinggalnya tenggelam akibat abrasi.

"Semua warga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari dampak abrasi ini, tapi apa boleh buat? Perkampungan kami malah terus terendam," keluhnya.

Ia mengungkapkan, tidak ada penanganan berarti dari pemerintah daerah setempat. Bahkan, upaya evakuasi juga tak pernah dilakukan. Akibatnya, selain ratusan rumah, ada juga dua masjid dan sebuah sekolah yang nyaris rusak lantaran setiap hari terendam air laut.

"Biasanya air pasang dari pagi sekitar jam 7 pagi sampai jam 9 atau jam 10 siang. Air bisa masuk rumah, tingginya di atas matak kaki," ungkapnya.

Meski telah belasan tahun hidup di tengah ancaman abrasi, warga Kampung Beting tetap bertahan di sana karena tak punya tujuan tempat berpindah.

"Dulu kampung ini rame, banyak nelayan yang maju. Sekarang, jadi perkampungan nelayan paling menderita," ucap Sanusi (59) warga lainnya.

PHOTO STORY LAINNYA