Serombongan orang berbadan tegap berbondong-bondong menuju sudut Pasar Mama-Mama Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua. Lengkap dengan pakaian adat dan penutup kepala berhias bulu Burung Cenderawasih.
Wajah sukacita berhias serbuk kapur yang melekat pada kulit mereka. Menenteng Tifa, dayung perahu serta peralatan berburu berupa busur dan anak panah. Riuh suasana bercampur semangat menyambut orang nomor satu di republik ini.
Kabupaten yang terletak di sisi selatan bumi Papua tersebut untuk pertama kalinya setelah 72 tahun Indonesia merdeka dikunjungi oleh sang Presiden. Asmat yang telah mendunia karena budaya dan ukirannya itupun akhirnya merasakan langsung sentuhan pemerintah pusat.
Keterbatasan pembangunan infrastruktur, akses transportasi, telekomunikasi bagi masyarakat Asmat menjadi penyebab ketimpangan daerah. Bagi masyarakat yang tinggal di pedalaman Asmat, fasilitas itu lebih langka lagi. Termasuk layanan kesehatan bagi mereka yang membutuhkan. Maka tak heran hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab terjadinya KLB wabah campak dan gizi buruk.
Kabupaten Asmat hanya dapat dijangkau melalui jalur udara dan melalui jalur air. Menggunakan pesawat reguler dengan jadwal dua kali penerbangan Timika-Distrik Ewer pun membutuhkan biaya yang tak sedikit. Sedangkan bila menggunakan kapal, hanya tersedia tiga kapal yang akan merapat di Pelabuhan Agats sekali dalam dua pekan dengan waktu tempuh kurang lebih enam jam.
Pemerintah berupaya membangun infrastruktur air bersih, sanitasi, jembatan, perbaikan jalan kampung, pemukiman baru, membuka konektivitas antar distrik, pelayanan kesehatan dan penyaluran makanan bergizi bagi anak-anak Asmat untuk memperbaiki kualitas hidup dan membuka keterisolasian Kabupaten Asmat demi terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kehadiran Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo seakan memastikan ditabuhnya genderang pembangunan di Kabupaten Asmat.
Tak ada anak tiri di Negeri ini.
Foto dan Teks: Puspa Perwitasari