Kontan Online
PHOTO STORY / REGIONAL

Merawat laut di Pulau Tomia

Jumat, 17 Februari 2017


Kabupaten Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk salah satu tujuan utama wisata bahari di kawasan timur Indonesia.

Nama Wakatobi sebenarnya adalah singkatan dari nama-nama pulau yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko, yang tradisi dan budaya penduduknya dikenal sangat beragam pengaruhnya. Mulai dari pengaruh Buton, Bugis, Makassar, Maluku, Flores, Jawa dan bahkan Sumatera.

Pulau Tomia adalah salah satu tempat tujuan yang paling terkenal di Wakatobi, bahkan telah menjadi primadona wisatawan mancanegara karena memiliki 30 titik penyelaman dan snorkeling yang oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai pusat cagar biosfer dunia.

Letak geografis pulau Tomia yang strategis di jalur maritim melahirkan keberagaman budaya hasil akulturasi dengan budaya lain di Nusantara. Seperti masyarakat bahari pada umumnya, masyarakat pulau Tomia menganggap laut sebagai penyelamat keberlangsungan hidup.

Untuk lebih meningkatkan daya tarik bagi wisatawan, akhir tahun lalu digelar Parade Budaya dan Festival Pulau Tomia, yang diisi dengan berbagai atraksi seni dan budaya warga setempat.

Berbagai tarian tradisional dipentaskan seperti Lutunani yaitu tarian menjemput tamu, dan tarian Sajo Moane sebuah tarian perang-perangan yang diiringi dengan gendang dan gamelan.

Warga juga berbarengan membuat kue Karasi, camilan khas tradisi Wakatobi yang menyerupai benang yang saling berkait sebagai simbol kesatuan dalam ikatan.

Festival diakhiri dengan ritual Siri Wale, dimana warga berkumpul di Pantai Lakota pulau Tomia untuk melakukan ritual mandi bersama-sama dan makan di laut.

Masyarakat pulau Tomia meyakini bahwa laut adalah sumber berkah dan harus dijaga kelestariannya demi keberlangsungan anak cucu.

Gelaran festival tersebut menjadi wujud rasa syukur akan berkah laut yang tidak pernah putus dan pengaharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi keselamatan di darat serta di laut.

Foto dan Teks: Dewi Fajriani

PHOTO STORY LAINNYA