Kontan Online
PHOTO STORY / FIN

Wisata Budi Daya Ulat Sutra

Jumat, 02 November 2012


 
Ribuan ulat merayap sambil melahap daun murbei. Jangan khawatir, si ulat tidak akan menimbulkan gatal-gatal, juga tidak menjijikkan. Bentuk badannya yang gemuk dan lembut malah menampilkan sosok ulat yang lucu dan menggemaskan.  Apalagi kalau kita melihat ulat sutra  sedang menggeliat-geliat seperti ingin dimanja sambil mengeluarkan serat sutra.  Nah, selama dua hari satu malam si ulat akan terus mengeluarkan serat sutra yang akan membungkus dirinya hingga menjadi kokon.  Pengalaman menarik ini dapat Anda temui di Padepokan Dayang Sumbi.

Padepokan Dayang Sumbi adalah tempat budidaya ulat sutra dan wisata ilmu. Para pengunjung padepokan dapat mengikuti pelatihan budidaya ulat sutra mulai dari penetasan, membuat benang, menenun dengan ATBM alias alat tenun bukan mesin, hingga  membuat kerajinan dari kain sutra. Tidak mengherankan bila padepokan ini setiap bulannya menghasilkan 100 kilogram kokon atau kepompong, si cikal-bakal kain sutra.

Padepokan Dayang Sumbi berdiri sejak tahun 2005 di kawasan berhawa sejuk di Bandung Timur. Tepatnya  di Kampung Pamoyanan, Sindanglaya. Padepokan ini memiliki lahan seluas 2 hektare  untuk tanaman murbei, makanan pokok ulat sutra. Saat Ini padepokan memiliki tenaga kerja sekitar 25 orang.

Adalah  Ir.  Wibowo Moerdoko C.Text FTI (84 tahun) yang membangun tempat tersebut.  Lelaki pecinta sutra ini ingin berbagi pengetahuan dengan masyarakat mengenai budidaya ulat sutra dan bagaimana memproduksi kain sutra.  Karena itu, Padepokan Dayang Sumbi tidak memasang  tarif terlalu mahal bagi peserta wisata ilmu. Biaya paket wisatanya hanya berkisar   Rp 50.000–Rp  55.000 per orang. Saat ini padepokan dikelola oleh anak dan menantunya, Dedi Agus Wirantoro dan Iin Indriani, SE . 
 
Moerdoko sendiri mendapatkan  keterampilan budidaya ulat sutra pada zaman Jepang.  Ketika itu tentara Jepang percaya bahwa serat sutra memiliki kekuatan  setengah dari serat baja. Alhasil, tentara Jepang menggunakan serat sutra  sebagai salah satu bahan parasut bagi  pasukan penerjun payungnya.
 
Dengan minatnya yang besar terhadap tekstil, sesudah kemerdekaan Moerdoko sekolah di  Balai Besar Tekstil Bandung dan pernah menjabat sebagai kepala (rector) balai tekstil tersebut. Saat ini Balai Besar Tekstil Bandung bernama ITT atau Institut Teknologi Tekstil.

Sejarah sutra sendiri dimulai dari China ketika masyarakat China menemukan ulat sutra pada 3000 tahun sebelum Masehi.  Manusia mengusahakan ulat sutra ini untuk diambil seratnya sebagai bahan membuat kain tenun yang bermutu tinggi.

Menurut  Dedi Agus Wiranto, budidaya ulat sutra terhitung menguntungkan. Saat ini harga  kepompong  di pasaran sekitar Rp 40.000 per kilogram, benang yang sudah dipintal Rp 540.000 per kilogram. Adapun  kain yang telah jadi harganya sekitar Rp 90.000–Rp 7 juta per lembar, tergantung motif dan kualitas kain serta teknik membuatnya.
Tertarik mengikuti pelatihan budidaya ulat sutra dan produksi kain sutra, atau paling tidak ingin merasakan pengalaman yang berbeda dalam berwisata, Wibowo Moerdoko selalu menanti Anda di  Padepokan Dayang Sumbi.

Penulis: Achmad Fauzie

 

 

PHOTO STORY LAINNYA